Hiu Tutul, spesies hewan sangat jarang yang diproteksi terpasah di pantai Cilacap. Oleh masyarakat di tempat, daging hiu tutul itu justru menjadi rebutan buat dikonsumsi.
Bangkai hiu tutul yang terpasah di Pantai Welahan Wetan, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap diserang oleh masyarakat di tempat. Beberapa masyarakat tiba bawa golok untuk menggunting dan bawa pulang dagingnya.
Hiu tutul dewasa sepanjang 7 mtr. itu diketemukan terpasah di pantai Welahan Wetan, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap pada Kamis (26/6) pagi. Saat diketemukan pertama kalinya oleh nelayan di tempat, hiu itu masih juga dalam keadaan hidup.
Praktisi pelestarian laut di tempat, Jumawan, menjelaskan kemungkinan hiu itu terpasah sekitaran jam 03.00 WIB pagi. Pasalnya dia sebelumnya sempat patroli pada jam 02.00 WIB dan tidak ada hiu itu.
“Barusan pagi jam 05.00 WIB ada nelayan dan masyarakat sekitaran menyaksikan hiu tutul. Hiu itu terlampau ke tepi hingga saat terjadi gelombang pasang itu terpasah dan tidak dapat balik lagi ke laut. Hiu tutul ini mati jam 1/2 6,” kata Jumawan saat dijumpai di lokasi, Kamis (26/6).
Tetapi dari pengamatan secara langsung di lokasi, sekitaran jam 12.30 WIB, keadaan bangkai hiu tutul itu tidak utuh kembali. Sisi sirip samping kanan dan buntut hewan sangat jarang itu telah lenyap dipotong oleh masyarakat.
Cukup banyak masyarakat yang menggunting daging pada bagian perut. Disamping itu di bagian insang samping kiri juga mulai dipotong oleh masyarakat. Mereka bawa daging ini dengan memakai plastik yang telah dipersiapkan.
Mereka ngotot untuk menggunting bangkai hiu tutul karena tidak ada petugas yang berjaga-jaga dan larang. Aktivitas ini baru stop sesudah petugas dari Stasiun Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Cilacap (PSDK) tiba untuk amankan lokasi sekitaran jam 13.00 WIB.
Satu diantara masyarakat yang ambil dagingnya, Nadir (47) akui ingin tahu dengan rasa daging hewan laut ini. Sejauh ini dia tidak pernah coba rasa daging hiu tutul.
“Tidak pernah makan ini mah . Maka ingin tahu ini mengambil buat diolah kelak. Paling ya dibuat sup, karena jika dimasak sich dari teksturnya akan lama kering,” kata Nadir ke reporter.
Beda hal dengan Mun Farid (50). Dia menyengaja menggunting daging hiu tutul itu untuk dibawa pulang dan dijadikan pakan peternak.
“Ini ingin buat pakan bebek paling. Sama buat mancing. Mencoba saja sich. Tetapi tidak aku masak sendiri. Kayanya sich ini sekitaran 10 kg,” jelasnya.
Hiu Tutul Hewan yang Diproteksi
Dalam pada itu, praktisi pelestarian laut daerah di tempat, Jumawan menghimbau supaya masyarakat tidak menggunting dan bawa pulang daging hiu tutul itu untuk dimakan. Karena keadaan kesehatan hiu itu belum juga diketahui. Ditambah hiu tutul ini statusnya ialah diproteksi.
“Ini statusnya diproteksi. Semestinya warga dapat memiliki kesadaran dengan biota laut semacam ini. Kami harap tidak untuk konsumsi atau bawa pulang karena kita kuatirkan justru menjadi sumber penyakit dan akan bikin rugi warga sendiri. Karena tidak paham ia diindikasi banyak racun atau sampah hingga tidak bagus untuk kesehatan,” terangnya.
Menurut Jumawan, ikan paling besar di bumi ini sebetulnya hidup di perairan dalam. Karena pada musim kemarau banyak ikan kecil yang lakukan migrasi lewat Samudra Hindia, hiu tutul itu diperhitungkan cari makan sampai ke perairan dangkal.
“Ia itu sebetulnya tempatnya ada di tengah-tengah, tapi saat pasang tinggi ia cari makan ikuti ikan-ikan kecil yang sedang ada di tepi. Hingga ia terlampau ke tepi cocok ingin ke tengah terjadi air pasang tinggi, terus tidak dapat ke tengah ikuti arus selanjutnya terpasah,” jelasnya.